Selasa, 19 Oktober 2010

Pupuk Organik

Pupuk Organik Yang Banyak Manfaatnya.
Mahalnya harga pupuk kimia nonsubsidi dan menghilangnya pupuk bersubsidi di beberapa daerah di Sumatera Utara, seperti Serdang Bedagai, Simalungun, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara, membuat petani daerah tersebut mulai beralih menggunakan pupuk organik. Mereka mengaku bisa mengurangi pengeluaran.

Pusat Koperasi Kredit Sumatera Utara yang memiliki 280.000 orang telah memprogramkan pelatihan penggunaan pupuk organik.

Menurut Pelaksana Manajer Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Sumatera Utara (Sumut) Robinson Bakara, hampir 60 persen anggota Puskopdit Sumut adalah petani. Mereka adalah orang yang paling terpukul akibat menghilangnya pupuk bersubsidi. Di sisi lain, pupuk kimia nonsubsidi, lanjut Robinson, selain harganya tak terjangkau petani biasa, juga sulit ditemukan di pasaran.

”Sekarang kami mulai menganjurkan petani untuk menggunakan pupuk organik. Sebanyak 21 koperasi kredit atau credit union di Sumatera Utara, yang tersebar mulai dari Karo, Humbang Hasundutan, Simalungun, hingga Tapanuli Utara, kami jadikan proyek percontohan untuk penggunaan pupuk bersubsidi,” papar Robinson, Jumat (20/6) di Siborongborong, Tapanuli Utara.

Robinson mengatakan, menghilangnya pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk nonsubsidi membuat Puskopdit Sumut ikut menanggung akibatnya.

”Petani anggota kami kan mengambil kredit untuk membeli sarana produksi. Mahalnya harga pupuk nonsubsidi dan menghilangnya pupuk bersubsidi dari pasaran membuat mereka tak lagi bisa bertani. Ini membuat petani tak bisa lagi mengembalikan pinjaman ke koperasi,” tuturnya.

Di Siborongborong, pupuk organik mulai digunakan petani jeruk. Netty Sianipar, petani jeruk di Desa Lobu Tua, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara, telah satu tahun menggunakan pupuk organik. Menurut Netty, dia mulai menggunakan pupuk organik setelah mendapat pelatihan di Puskopdit Sumut.

Netty yang merupakan anggota Koperasi Kredit Satolop Siborongborong mengaku banyak merasakan manfaatnya setelah menggunakan pupuk organik.

”Manfaat yang jelas saya rasakan adalah ongkos produksi yang berkurang drastis. Jika menggunakan pupuk kimia, saya harus mengeluarkan uang sampai Rp 15 juta untuk mendapatkan 1,5 ton pupuk NPK. Dengan pupuk organik sebanyak 1,5 ton yang memiliki kandungan sama dengan NPK, saya paling harus mengeluarkan Rp 2,4 juta untuk ongkos pembuatannya,” kata Netty.

Dia kini telah mendapatkan manfaat dari sekali panen jeruknya tahun ini. Menurut Netty, panen jeruk biasa dia lakukan dua kali dalam setahun. Dari hasil panen setelah menggunakan pupuk organik, ada peningkatan produksi sekitar 20 persen.

”Kalau dulu dengan pupuk kimia, hasil panen jeruk untuk lahan seluas satu hektar 50 ton. Sekarang dengan pupuk organik, satu hektar bisa menghasilkan 60 ton jeruk,” katanya.

Netty mengungkapkan, perubahan fisik paling mencolok setelah dia menggunakan pupuk organik adalah tekstur tanaman. Saat menggunakan pupuk kimia, setelah pemupukan tekstur tanah mengeras dan dia harus kembali menggemburkan tanah jika mau melakukan pemupukan lagi. Kini, dengan menggunakan pupuk organik, tekstur tanah, lanjut Netty, bisa gembur sendiri.

”Hal ini tentu mengurangi pekerjaan,” katanya.

Pelatihan pemakaian pupuk organik yang dilakukan Puskopdit Sumut, kata Robinson, meliputi cara pembuatan hingga mempersiapkan pemasaran produk pertanian organik. Robinson mengatakan, Puskopdit Sumut masih cukup kesulitan mengubah tradisi petani menggunakan pupuk kimia ke pupuk organik.

”Kesulitannya karena petani sudah sangat tergantung menggunakan pupuk kimia. Belum lagi mereka juga masih khawatir bagaimana memasarkan hasil pertanian organik mereka,” katanya.

Namun, Robinson yakin bakal semakin banyak petani di Sumut yang menggunakan pupuk organik.

”Dua tahun terakhir, pupuk kimia nonsubsidi harganya semakin mahal, sementara pupuk bersubsidi menghilang di pasaran. Satu-satunya cara petani bisa kembali melakukan aktivitasnya ya dengan menggunakan pupuk organik,” ujarnya.

Pupuk organik dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik, antara lain, adalah pupuk kandang, kompos, gambut, rumput laut, dan guano.

Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa orang juga mengelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang, seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu, ke dalam golongan pupuk organik.

Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik, misalnya, adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan.

Pupuk organik cair, antara lain, adalah ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, dan fermentasi tumbuh-tumbuhan. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. (BIL)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/21/00362544/petani.beralih.ke.pupuk.organik

Rabu, 13 Oktober 2010

Semut Sebagai Pengendali Hama Tanaman Alami

Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya membuat kita mengaduh-aduh. Serangga kuning & ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, mempunyai teritori & terkenal agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).

Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.

Ratu Dilindungi
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

Pesan Kimiawi
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.

Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu.



sumber :  http://www.organicindonesia.org
 

Blogger news

Blogroll

About