Sabtu, 25 Desember 2010

Beauveria Bassiana

Laba laba yang terinfeksi BVR
Beauvaria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. B. bassiana berasal dari kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, orde Hypocreales, famili Clavicipitaceae, dan genus Beauvaria.

Habitat
Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi.Secara umum, suhu di atas 30 °C, kelembapan tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya.

Cara infeksi

Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru.

B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin.Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia.Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.

Dalam infeksinya, B. bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan cauda (ekor).Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih.Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau diantara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.
Aplikasi

Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang jamur B. bassiana adalah jangkrik, ulat sutra, dan semut merah. Karena B.bassiana dapat menyerang hampir semua jenis serangga, cendawan ini digolongkan ke dalam non-selektif pestisida sehingga dianjurkan tidak digunakan pada tanaman yang pembuahannya dibantu oleh serangga.

Penggunaan jamur ini untuk membasmi hama dapat dilakukan dengan beberapa metode. Jamur ini bisa dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan memasukkan Beauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi. Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, ternyata Beauveria bassiana bukan parasit bagi manusia dan invertebrata lain. Tapi, bila terjadi kontak dengan spora yang terbuka bisa menyebabkan alergi kulit bagi individu yang peka.
Serangga yang telah terinfeksi B.bassiana selanjutnya akan mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan terinfeksi. Jalur ini dinamakan transmisi horizontal patogen (inter/intra generasi)

 Sekilas tentang BVR(Beauveria bassiana)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Fungi
Filum: Ascomycota
Kelas: Sordariomycetes
Ordo: Hypocreales
Famili: Cordycipitaceae
Genus: Beauveria
Spesies: B. bassiana
Nama binomial
Beauveria bassiana
(Bals.-Criv.) Vuill.

Referensi :
  1. ^ a b c [BPTH] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2006. Beauveria bassiana pengendali hama tanaman. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia 28(1): 11-12.
  2. ^ (en) [EOL]. 2000. Beauveria bassiana (Bals. -Criv.) Vuill. 1912.[terhubung berkala] http://www.eol.org/pages/160292 [12 Mei 2010]
  3. ^ a b c (en) McCoy C, Quintela ED, Faria M de. 1990. Environmental persistence of entomopathogenic fungi. [terhubung berkala]. http://www.lsuagcenter.com/s265/mccoy.htm. [6 Nov 2007].
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m Purnomo H. 2005. Patogen serangga.[terhubung berkala]. http://elearning.unej.ac.id/courses/PNH1653/document/PATOGEN_SERANGGA.pdf?cidReq=PNH1653. [12 September 2007].
  5. ^ a b c d e [Diptan DIY] Dinas Pertanian Propinsi DIY. 2005. Beauveria bassiana pengendaali walang sangit. [terhubung berkala] http://www.distan.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=92&Itemid=2. [12 September 2007].
  6. ^ a b Hasyim A, Azwana, Mu’minin K. 2005. Cara mudah mendapatkan jamur entomopatogen, Beauveria bassiana, dari tanah dengan teknik umpan serangga. [terhubung berkala] http://www.balitbu.go.id/infotek1.htm. [12 September 2007].
  7. ^ a b c d e f g Dinata A. 2004. Jamur: insektisida biologis yang ramah lingkungan. [terhubung berkala http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala/penelitian.htm. [12 September 2007].
 Diambil dan ditulis ulang oleh Distributor Pupuk NASA dari :
 


Anda bingung mencari Spora B. Bessiana...?
hubungi kami di 08170429050... Kami menyediakan produk Natural BVR
Harga Rp.26.000,-/100gr.(wilayah Jawa)belum termasuk ongkos kirim.


PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Dosis 1-2 gram/liter atau + 100 gram per 1000 m2
2. Semprotkan ke tanaman pada sore hari
3. Bisa dicampurkan dengan POC NASA atau Hormonik


Selasa, 21 Desember 2010

Tehnik Budidaya Cabe Merah


A. PENDAHULUAN
Cabai dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, pH 5-6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
PT. Natural Nusantara ( NASA ) berupaya membantu penyelesaian masalah tersebut, agar terjadi peningkatan produksi cabai secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ), sehingga petani dapat berkompetisi di era pasar bebas.

B. FASE PRATANAM
1. Pengolahan Lahan
  • Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2
  • Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
  • Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2
  • Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm
  • Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt)
  • Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m.
  • POC NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter.
  • Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan.
  • Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).

2. Benih
  • Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural CS-20, CB-30
  • Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.
C. FASE PERSEMAIAN ( 0-30 HARI)
    1. Persiapan Persemaian
  • Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia.
  • Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.
2. Penyemaian
  • Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring
  • Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS
  • Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban
3. Pengamatan Hama & Penyakit
a. Penyakit
  • Rebah semai (dumping off), gejalanya tanaman terkulai karena batang busuk , disebabkan oleh cendawan Phytium sp. & Rhizoctonia sp. Cara pengendalian: tanaman yg terserang dibuang bersama dengan tanah, mengatur kelembaban dengan mengurangi naungan dan penyiraman, jika serangan tinggi siram GLIO 1 sendok makan (± 10 gr) per 10 liter air.

  • Embun bulu, ditandai adanya bercak klorosis dengan permukaan berbulu pada daun atau kotil yg disebabkan cendawan Peronospora parasitica. Cara mengatasi seperti penyakit rebah semai.

  • Kelompok Virus, gejalanya pertumbuhan bibit terhambat dan warna daun mosaik atau pucat. Gejala timbul lebih jelas setelah tanaman berumur lebih dari 2 minggu. Cara mengatasi; bibit terserang dicabut dan dibakar, semprot vektor virus dengan BVR atau PESTONA.

b. H a m a
  • Kutu Daun Persik (Aphid sp.), Perhatikan permukaan daun bagian bawah atau lipatan pucuk daun, biasanya kutu daun persik bersembunyi di bawah daun. Pijit dengan jari koloni kutu yg ditemukan, semprot dengan BVR atau PESTONA.

  • Hama Thrip parvispinus, gejala serangan daun berkerut dan bercak klorosis karena cairan daun diisap, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Biasanya koloni berkeliaran di bawah daun. Pengamatan pada pagi atau sore hari karena hama akan keluar pada waktu teduh. Serangan parah semprot dengan BVR atau PESTONA untuk mengurangi penyebaran.

  • Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus). Gejala serangan daun berwarna kuning kecoklatan menggulung terpuntir ke bagian bawah sepanjang tulang daun. Pucuk menebal dan berguguran sehingga tinggal batang dan cabang. Perhatikan daun muda, bila menggulung dan mengeras itu tandanya terserang tungau. Cara mengatasi seperti pada Aphis dan Thrip
D. FASE TANAM
1. Pemilihan Bibit
  • Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus
  • Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
  • Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda.
  • Plastik polibag dilepas
  • Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.
3. Pengamatan Hama
  • Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
  • Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ). Ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
  • Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.
E. FASE PENGELOLAAN TANAMAN (7-70 HST)
  1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
  2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.
Kebutuhan total pupuk makro 1000 m2 :

Jenis Pupuk      1 - 4 minggu ( kg )       5 - 12 minggu ( kg )
Urea                            7                            56
SP-36                          7                            28
KCL                             7                            28

Catatan :
  1. Umur 1 - 4 mg 4 kali aplikasi (± 7 tong/ aplikasi)
  2. Umur 5-12 mg 8 kali aplikasi (± 14 tong/aplikasi)
  3. Penyemprotan POC NASA ke tanaman dengan dosis 3-5 tutup / tangki pada umur 10, 20, kemudian pada umur 30, 40 dan 50 HST POC NASA + Hormonik dosis 1-2 tutup/tangki.
  4. Perempelan, sisakan 2-3 cabang utama / produksi mulai umur 15 - 30 hr.
  5. Pengamatan Hama dan Penyakit
  • Spodoptera litura/ Ulat grayak Lihat depan.

  • Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ), lihat fase persemaian.

  • Penyakit Layu, disebabkan beberapa jamur antara lain Fusarium, Phytium dan Rhizoctonia. Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun. Tanaman layu dimusnahkan dan untuk mengurangi penyebaran, sebarkan GLIO

  • Penyakit Bercak Daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah menjadi rusak karena terbakar sinar matahari. Pengamatan pada daun tua.

  • Lalat Buah (Dacus dorsalis), Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah. Sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kumpulkan dan musnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah / ha

  • Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. Serangan berat sebari dengan GLIO di bawah tanaman.
F. FASE PANEN DAN PASCA PANEN
1. Pemanenan
  • Panen pertama sekitar umur 60-75 hari
  • Panen kedua dan seterusnya 2-3 hari dengan jumlah panen bisa mencapai 30-40 kali atau lebih tergantung ketinggian tempat dan cara budidayanya
  • Setelah pemetikan ke-3 disemprot dengan POC NASA + Hormonik dan dipupuk dengan perbandingan seperti diatas, dosis 500 cc/ph
2. Cara panen :
  • Buah dipanen tidak terlalu tua (kemasakan 80-90%)
  • Pemanenan yang baik pagi hari setelah embun kering
  • Penyortiran dilakukan sejak di lahan
  • Simpan ditempat yang teduh
3. Pengamatan Hama & Penyakit
  • Kumpulkan dan musnahkan buah yang busuk / rusak

Senin, 20 Desember 2010

Pupuk Organik Jadi Peluang Usaha Menjanjikan

KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA
BANTUL, KOMPAS.com - Tingginya kebutuhan pupuk serta kenaikan harga eceran ter tinggi pupuk kimia menjadi peluang bagi pupuk organik sebagai pupuk alternatif. Di Bantul produsen pupuk organik semakin bertambah banyak karena permintaan pasar yang cenderung naik.

Suyoto, Ketua Kelompok Ngudi Mandiri, salah satu produsen pupuk organik, Senin (20/12/2010) mengatakan proses produksi pupuk organik butuh waktu 1-3 bulan. Tiap bulan produksinya mencapai 50 ton. Bahan bakunya berupa kotoran ternak dibeli seharga Rp 600.000 per truk.

"Kami yakin permintaan pupuk organik akan terus naik seiring dengan kesadaran petani. Disamping itu naiknya harga eceran tertinggi atau HET akan menjadi pertimbangan petani untuk menggunakan pupuk kimia," katanya.

Kelompok Ngudi Mandiri mulai memproduksi pupuk tahun 2007 setelah mendapatkan pelatihan dari mahasiswa pertanian Universitas Gadjah Mada. Pada awalnya, bahan baku pupuk menggunakan sampah dari pasar Bantul. Produksinya juga masih dalam skala kecil yaitu 50 kg sampai 400 kg.

Mulanya pupuk yang dihasilkan belum dikomersilkan, tetapi diberikan secara gratis kepada petani. Langkah tersebut dimaksudkan sebagai promosi untuk mengenalkan produk mereka kepada petani dan sekaligus uji kualitas pupuk yang dihasilkan.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/20/19295038/Pupuk.Organik.Jadi.Peluang.Usaha.Menjanjikan

Kamis, 16 Desember 2010

Pestisida Organik

Di era serba organik seperti sekarang ini, penggunaan pestisida organik cukup mendukung untuk mengatasi masalah gangguan serangan hama tanaman komersial. Pestisida organik pun dapat menjamin keamanan ekosistem. Dengan pestisida organik, hama hanya terusir dari tanaman petani tanpa membunuh. Selain itu penggunaan pestisida organik dapat mencegah lahan pertanian menjadi keras dan menghindari ketergantungan pada pestisida kimia.

Penggunaan pestisida organik harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan kesabaran serta ketelitian. Banyaknya pestisida organik yang disemprotkan ke tanaman harus disesuaikan dengan hama. Waktu penyemprotan juga harus diperhatikan petani sesuai dengan siklus perkembangan hama.

Untuk pencegahan adanya hama, penyemprotan dapat dilakukan secara periodik pada tanaman sayuran. Sebaiknya dalam waktu satu minggu sekali atau disesuaikan dengan ada tidaknya hama karena hama selalu berpindah.

Beberapa jenis pestisida organik antara lain :

Pestisida yang berasal dari ikan mujair. Pestisida dari ikan mujair dapat mengatasi hama tanaman terong dan pare, baik itu ulat, serangga, ataupun jamur. Cara membuat pestisida organik dari ikan mujair : 1 kg ikan mujair dari empang, dimasukkan ke plastik, dibiarkan selama 3 hari. Kemudian direbus dengan dua liter air selama dua jam dan disaring. Dapat digunakan secara langsung atau ditambahkan tembakau dahulu.

Pestisida organik lainnya dapat diperoleh dari biji mahoni, kunyit, jahe, serai dan cabe.
Pembuatannya dengan dihaluskan, diberi air, diperas dan disaring. Untuk cabe saat penyemprotan harus hati-hati jangan sampai berbalik arah mengenai manusia.

Pestisida dari mahoni untuk mengatasi hama tanaman terong dan pare, baik itu ulat, serangga, ataupun jamur. 
Kunyit, jahe, serai untuk mengatasi jamur tanaman dan buah. Cabe untuk mengatasi semua jenis hama kecuali hama di dalam tanah.

Selain dengan pestisida organik buatan, pengusiran hama lalat buah juga dapat dilakukan dengan pengalihan perhatian hama pada warna-warna yang disukainya. Caranya dengan memasang warna tertentu yang bisa menarik lalat buah di sekitar tanaman. Pertanian secara tumpang sari juga bisa menjadi alternatif mengurangi hama tanaman tertentu.

Tapi jika anda malas atau kesulitan dalam membuat pestisida organik, NASA menyediakan Pestisida Organik yang antara lain PESTONA, PENTANA, NATURAL GLIO, NATURAL BVR, VITURA dan VIREXI.
Silahlan baca di blog ini tentang kegunaan masing masing produk tersebut.

Sabtu, 13 November 2010

Penggunaan Viterna untuk peternakan

1. Bagaimana Mekanisme kerja Viterna dalam menunjang pertumbuan dan produktifitas ternak?
Jawab:
Viterna adalah suplemen nutrisi murni yang siap diserap oleh dinding usus halus sehingga tidak diperlukan lagi proses pencernaan terhadap Viterna. Setelah Viterna diserap oleh dinding usus halus akan mengalami metabolisme yang normal seperti nutrisi yang diperoleh dari pakan. Penambahan Viterna ke dalam ransum bearti menambah kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan.
2.Untuk ayam pedaging berapa dosis dan cara pemberiannya?
Jawab:
Cara pemberian melalui air minum dengan dosis 1-2cc/liter air minum(diberikan dari DOC masuk hingga panen).

3.Bagaimana aplikasi pemberian Viterna pada ayam petelur(layer), apakah tidak berpengaruh negatif terhadap produksi telur karena jika terjadi kegemukkan produksi turun?
Jawab:
Viterna merupakan produk yang diformulasikan untuk memacu pembentukan protein tubuh, jadi lebih spesifik untuk ternak yang menghasilkan produksi daging, namun demikian juga dapat bermanfaat untuk ayam petelur, hanya apliasinya harus tepat. untuk ayam petelur yang sudah produksi, dosisnya hanya 1cc/liter air minum/3-5hari sekali. hal itu untuk menghindari terjadinya obesitas atau kegemukkan ayam yang dapat menurunkan produksi. untuk masa pembesaran hingga menjelang masa produksi dosis dan aplikasinya dapat disamakan dengan ayam pedaging.
4. Apa manfaat Viterna pada sapi potong?
Jawab:
Beberapa pengaruh positif pemberian Viterna dalam ransum sapi Potong adalah:
Peningkatan nafsu makan sapi hal ini disebabkan terjadinya peningkatan aktifitas enzim-enzim penrencanaannya,peningkatan pembentukan daging sehingga pertambahan badan perhari (ADG=average Daily Gain) menjadi meningkat terutama pada sapi dengan ransum yang kekurangan nutrisi berkualitas(misalnya hanya diberi jerami padi dan rumput liar). pengurangan pembentukan lemak tubuh baik lemak daging(marbeling) maupun lemak yang disimpan di jaringan dan dibawah kulit (gajih) dan daya tubuh meningkat karena kelengkapan nutrisi yang dikonsumsi.
5. Bagaimana manfaat VITERNA pada ternak ayam pedaging atau Broiler?
Jawab:
Manfaat yang diperoleh adalah mempercepat pertumbuhan ayam sehingga masa panen lebih cepat, menurunkan angka FCR sehingga menurunkan proposi biaya pakan, meningkatkan daya tahan tubuh ayam, peningkatan kualitas daging dalam hal penigkatan kadar protein, penurunan kadar lemak dan kolesterol serta rasa yang lebih enak, kotoran lebih kering dan bau berkurang sehingga menurunkan populasi lalat.
6. Bagaimana pengaruh VITERNA terhadap kualitas daging, parameter apa yang digunakan?
Jawab:
VITERNA dapat menigkatkan produktivitas ternak baik secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas ditandai dengan pertumbuhan ternak yang lebih cepat sehingga masa panen dapat dipersingkat. Secara kualitas diukur dari kadar protein dan kolesterol daging serta rasanya. Hasil analisa laboratorium dari percobaan di lapangan menunjukkan bahwa:
- Daging tanpa VITERNA :
  kadar protein : 20,78 % dan kadar kolesterol 206,78 mg/100 gr
- Daging dengan VITERNA :
kadar protein : 22,37 % dan kadar kolesterol 193 mg/100gr
Sehingga dapat disimpulkan daging dengan VITERNA lebih baik dan sehat dari pada yang tidak menggunakan VITERNA disamping itu dengan kadar protein yang lebih tinggi maka secara fisik tekstur daging lebih padat dan rasanya lebih enak hampir menyerupai rasa daging ayam jawa atau kampung.
7. Apakah yang disebut dengan FCR dan Bagaimana pengaruh pemberian VITERNA FCR tersebut?
Jawab:
FCR adalah singkatan dari Feed Convertion Ratio merupakan satuan untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya pembersaran atau penggemukan.
Rumus menghitungnya adalah : FCR = Jumlah pakan : Bobot hidup total
Semakin kecil angka FCR maka semakin baik pakan yang diberikan. FCR juga dapat digunakan untuk memprediksi besarnya keuntungan atau kerugian karena biaya pakan mempunyai proposi terbesar dalam struktur pembiayaan budidaya, yaitu bisa mencapai 80%

KAJIAN PESTISIDA TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN SERTA ALTERNATIF SOLUSINYA

Dalam proses intensifikasi sekarang ini berbagai kendala sosial-ekonomi dan teknis bermunculan. Masalah organisme pengganggu tanaman (OPT, hama – penyakit – gulma) yang mengakibatkan penurunan dan ketidakmantapan produksi belum dapat diatasi dengan memuaskan. Kehilangan hasil akibat OPT diperkirakan 40 – 55 %, bahkan bisa terancam gagal.

Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah bagaimana cara mengatasi masalah OPT tersebut dengan pestisida sintetis. Di satu pihak dengan pestisida sintetis, maka kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di pihak lain, tanpa pestisida kimia akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.

Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Tidak kita pungkiri bahwa dengan pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan kimia. Pada tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah pendekatan UNILATERAL, yaitu menggunakan satu cara saja, PESTISIDA. 
Ketika itu pestisida sangat dipercaya sebagai “ASURANSI” keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau tidak akan berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari harganya, hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”. Sistem penyalurannyapun diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerah-daerah. Pestisida diaplikasikan menurut jadwal yang telah ditentukan, tidak memperhitungkan ada hama atau tidak. Pemikiran ketika itu ialah “melindungi” tanaman dari kemungkinan serangan hama. Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha pestisida sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye. Para petani diberi penyuluhan yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas dengan insektisida. Dalam perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotan dijadikan kriteria, makin banyak nyemprot, makin tinggi nilainya.

KONSEKUENSI LINGKUNGAN DARI PENGGUNAAN PESTISIDA
Ternyata, puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 1984-1985 telah membawa dampak yang sangat dahsyat terhadap ekosistem yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin ditingkatkan , masalah hama-hama terutama wereng tidak dapat diatasi, malah makin mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng tersebut akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga menimbulkam masalah lingkungan seperti matinya makhluk bukan sasaran (ikan, ular, katak, belut, bebek, ayam, cacing tanah dan serangga penyerbuk) dan musuh alami (predator, parasitoid), residu pestisida dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara dan keracunan pada manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.

Gejala keracunan pada manusia yang timbul secara umum badan lemah atau lemas. Pada kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar, keringat berlebihan, noda. Pada mata, gatal, merah berair, kabur atau tidak jelas, bola mata mengecil atau membesar. Pengaruh pestisida pada sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, liur berlebihan, mual, muntah, sakit perut dan diare. Sedang pada sistem syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung, gelisah, otot berdenyut, berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas, kejang-kejang tak sadar. Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak nafas, kesulitan bernafas dan nafas bersuara.

Kenyataan ini mendorong pemerintah secara bertahap mengubah kebijakan pemberantasan hama dari pendekatan UNILATERAL ke pendekatan yang KOMPREHENSIF, berdasarkan prinsip-prinsip ekologis yang dikenal dengan PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT). Akhirnya tahun 1986, pemerintah melarang penggunaan 57 formulasi pestisida pada padi dan tahun 1996 melarang ke 57 formulasi tersebut pada semua tanaman dan tidak menerima lagi pendaftaran ulang bagi pestisida yang sudah berakhir masa berlakunya. Diantaranya DDT, Thiodan 35 EC, Nuvacron 150 WSC, Basudin 60 EC, Azodrin 15 WSC, dll. Larangan tersebut diikuti dengan pencabutan subsidi pestisida sekitar tahun 1989 sehingga harga melambung tinggi. Dukungan politik PHT dengan dikeluarkannya INPRES No. 3/1986 dan diperkuat dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya pada pasal 20 tentang Sistem PHT dan pasal 21 tentang kegiatan perlindungan tanaman serta pasal 40 tentang larangan atau pembatasan penggunaan pestisida tertentu.

PHT adalah suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah pengendalian hama didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam kerangka pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan. Konsep PHT merupakan suatu konsep atau cara pendekatan pengendalian hama yang secara prinsip berbeda dengan konsep pengendalian hama konvensional yang selama ini sangata tergantung pada pestisida. Konsep ini timbul dan berkembang di seluruh dunia kerena kesadaran manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan pertanian berkelanjutan, yaitu pertanian yang memenuhi kebutuhan kini tanpa berdampak negative atas sumber daya fisik yang ada, sehingga tidak membahayakan kapasitas dan potensi pertanian masa depan untuk memuaskan aspirasi kebendaan dan lingkungan generasi mendatang. Dalam pertanian berkelanjutan mencakup konsep antara lain;
  1. Meminimumkan ketergantungan pada energi, mineral dan sumber daya kimiawi yang tidak terbarukan,
  2. Menurunkan pengaturan udara, air dan lahan di luar kawasan usaha tani,
  3. Harus mempertahankan kecukupan habitat bagi kehidupan alami,
  4. Konservasi sumber daya genetik dalam species tumbuhan dan hewan yang diperlukan pertanian,
  5. Sistem pertanian harus mampu mempertahankan produksi sepanjang waktu menghadapi tekanan-tekanan ekologi, sosial dan ekonomi, dan
  6. Kegiatan produksi jangan sampai menguras sumber daya terbarukan.

PESTISIDA DALAM PHT
Tentunya timbul pertanyaan, dimana letak pestisida dalam konsep PHT. Apakah Pestisida masih diperlukan ? Jawabannya masih diperlukan tetapi sangat selektif tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi pertanian masih tetap tinggi. Pestisida hanya diperlukan pada waktu mekanisme kesetimbangan ekosistem terganggu oleh sesuatu sebab yang mengakibatkan populasi hama meningkat sampai melalui ambang ekonomi. Selama populasi hama masih berada di bawah ambang ekonomi, maka penggunaan pestisida secara rasional ekonomik dianggap mendatangkan kerugian dan secara ekologik penggunaan pestisida pada aras tersebut akan mengganggu bekerjanya proses pengendalian alami.

Pengendalian alami adalah pengendalian hama yang terjadi di alam tanpa campur tangan manusia . Alam terdiri atas faktor fisik atau non hayati dan hayati dapat menjadi faktor pembatas perkembangbiakan hama. Faktor non hayati misalnya iklim, tanah dan air dari suatu habitat, udara beserta oksigen dan gas lain yang diperlukan bagi kehidupan hama, dapat mendorong atau menekan perkembangbiakan hama. Sementara itu, faktor hayati yang berupa musuh alami yang bekerja dengan sendirinya di alam menjadi bagian dari pengendalian alami. Kegiatan musuh alami juga ikut dipengaruhi faktor non hayati. Dengan demikian pengendalian alami merupakan gabungan kegiatan faktor hayati dan non hayati yang menekan perkembangbiakan haman tanpa campur tangan manusia dan jika dengan campur tangan manusia dinamakan pengendalian hayati.

Agar petani dapat memutuskan secara tepat kapan dan di mana penyemprotan harus dilakukan, maka mereka harus melakukan pengamatan rutin atau monitoring paling sedikit seminggu sekali. Yang diamati tentang keadaan populasi hama, populasi musuh alami, pertumbuhan tanaman, cuaca, dan lain-lainnya. Setelah petani mengadakan analisis terhadap data ekosistem yang terkumpul, dengan menggunakan pengertian tentang prinsip ekologi dan ekonomi yang sederhana, dengan penuh keyakinan petani dapat memutuskan perlu atau tidak digunakan pestisida.

Dengan mengelola lingkungan pertanian secara tepat melalui perpaduan berbagai teknologi pengendalian yang bukan pestisida, maka populasi hama selama satu musim tanam dapat diupayakan untuk selalu berada pada aras yang tidak mendatangkan kerugian ekonomik bagi petani. Dalam keadaan demikian tentunya petani tidak perlu lagi menggunakan pestisida dan cukup mempercayakan pengendalian hama kepada teman-teman petani yang berupa musuh alami yang ada di pertanaman. Apabila petani selalu memelihara kesehatan tanaman melalui budidaya tanaman yang tepat, maka sasaran produktivitas tinggi dapat dicapai dengan biaya pengendalian hama yang minimal.

SARAN DAN SOLUSI
Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap input bahan kimiawi dalam proses produksi pertanian dapat ditempuh melalui gerakan pertanian organik. Gerakan ini mulai memasyarakat terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya alergi dengan produk bahan kimia. Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menciptakan produk pertanian yang bersih, meliputi :
  1. Penggunaan varietas unggul tahan hama penyakit dan tekanan / hambatan lingkungan,
  2. Penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan OPT dan penggunaan pupuk organik,
  3. Peramalan terhadap serangan hama penyakit,
  4. Pengendalian OPT secara biologis,
  5. Memacu penggunaan pestisida botani.
Perbaikan Teknik Budidaya
Penerapan teknik budidaya meliputi ; penataan pola tanam dan sistem tanam, dan pengaturan jarak tanam dan pemupukan dapat menekan perkembangan OPT. Pengaturan pola tanam dalam setahun (tumpang gilir) dengan tanaman yang berbeda OPT-nya, diharapkan dapat memutus siklus hidup dari OPT. Dengan bertanam secara campuran (mixed cropping) effisiensi lahan dapat ditingkatkan, resiko kegagalan dapat dikurangi, sehingga pendapatan petani dapat ditingkatkan.

Dari segi perkembangan OPT sistem tumpang sari sangat menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan memiliki hama yang berbeda dan saling menguntungkan. Sebagai contoh tumpang sari kapas dengan jagung, di mana jagung berfungsi sebagai perangkap (trap crop) bagi hama Heliothis armigera dan kacang hijau dapat menarik predator bagi hama kapas.

Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos) sebagai pelengkap dan penyeimbang pupuk buatan, selain mensuplai unsur hara juga berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas menahan air, sifat penyangga (buffer) tanah dan meningkatkan mikroorganisme dalam tanah yang berguna bagi tanaman.

Peramalan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit
Peramalan terhadap serangan hama penyakit untuk mengetahui dinamika populasi HPT yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan cara pengendalian HPT. Pengendalian HPT berpedoman pada ambang kendali dimaksudkan untuk menentukan saat pengendalian HPT secara tepat, memberikan hasil yang maksimal dan menghemat penggunaan pestisida.

Pengendalian Hama Penyakit Secara Biologi
Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi. Sebagai contoh pestisida hayati dalam produk NASA adalah Natural BVR bahan aktif Beauveria bassiana. Natural GLIO bahan aktif Gliocladium dan Trichoderma, dan Natural VITURA bahan aktif Sl – NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhidrosis Virus) dan Natural VIREXI.

Penggunaan Pestisida Botani

Pestisida botani atau pestisida alami bahan aktifnya berasal dari berbagai produk metabolik sekunder dalam tumbuhan. Misal Rotenon dari akar tuba (Derris eliptica) dan Azadarachtin dari Mimba (Azadirachta indica). Pestisida botani memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak mencemari lingkungan, masa aktif residu lebih pendek, mudah dilaksanakan dan murah. Mekanisme kerja pestisida botani ini bersifat racun kontak, racun perut maupun bersifat sistemik. Pestisida botani berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan OPT, misal PESTONA dan PENTANA.

Diambil dari blognya Wong Tani(http://wongtaniku.wordpress.com/2009/04/26/kajian-pestisida-terhadap-lingkungan-dan-kesehatan-serta-alternatif-solusinya/)

Minggu, 07 November 2010

Cara Pembesaran Ikan Lele Dumbo Di Kolam Terpal

A. Pendahuluan

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan yang termasuk dalam famili Claridae dan genus Clarias. Ikan lele dumbo ini merupakan ikan air tawar yang menyenangi air tenang. Spesies ini merupakan saudara dekat lele lokal (Clarias batrachus) yang selama ini dikenal, sehingga ciri-ciri marfologinya hampir sama. Ikan ini merupakan hasil perkawinan silang antara lele afrika dan lele Taiwan. (Khairuman dan Amri, 2002).

Ikan lele dumbo memiliki kecepatan tumbuh yang relative cepat yaitu umur 3 bulan pemeliharaan sudah layak panen.

Ikan lele dumbo memiliki prospek yang cukup baik, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya penjaja pecel lele di pinggir jalan, di pasar-pasar lokal selalu terdapat penjual lele dumbo yang kapasitas penjualannya lebih banyak disbanding ikan-ikan lain (hasil pengamatan di pasar RS).


B. Kolam Terpal

Kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi pada kolam gali maupun kolam semen. Kolam karpet pertama kali dicoba dan diciptakan oleh Bapak Mujarob, seorang petani di pedesaan wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada tahun 1999. Karpet yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal dipres sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran terpal yang di sediakan oleh pabrik bermacam ukuran sesuai dengan besar kolam yang kita inginkan.

Pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.

Keuntungan lain dari kolam terpal adalah :

1. Terhindar dari pemangsaan ikan liar
2. Dilengkapi pengatur volume air yang bermanfaat untuk memudahkan pergantian air maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan.
3. Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro,
4. Lele yang dihasilkan lebih berkualitas, lele terlihat tampak bersih, dan seragam.
C. Petunjuk Cara Awal Pengisian Air dan Bibit
Untuk mendapatkan lele yang berkualitas dan hasil yang memuaskan maka kondisi kolam harus disesuaikan dengan habitat yang disukai lele.

1. Langkah Pertama

Bagian dalam kolam terpal dicuci dengan kain atau sikat untuk menghilangkan bau lem atau zat kimia yang dapat mematikan bibit ikan. Setelah itu kolam dikeringkan selam satu hari, barulah kolam diisi dengan air setinggi 30 cm. Kedalaman tersebut sangat ideal bagi bibit yang sewaktu-waktu bergerak kepermukaan air. Air yang telah diisi dibiarkan selama seminggu.

2. Langkah kedua

Selanjutnya disiapkan bibit sebanyak 2000 ekor ukuran 3 – 5 cm. Untuk ukuran kolam 3 m x 4 m x 1 m. Pemakaian bibit sebaiknya ukuran yang telah memakan pellet butiran (F 999). Hal ini untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pemberian makan, agar tidak terjadi banyak kematian. Bibit yang baru dibeli (baru tiba) jangan langsung dimasukkan kedalam kolam Bibit yang ada dalam bungkusan plastic dimsukkan ke dalam ember kemudian ditambahkan air kolam sedikit demi sedikit, penambahan air tersebut dilakukan hingga 3 kali. Agar bibit lele dapat beradaptasi dengan suhu air di dalam kolam.


D. Perawatan Lele dumbo dalam Kolam Terpal

Perawatan ikan lele di kolam terpal pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan di kolam lainnya. Beberapa perawatan lele yang perlu diperhatikan dalam kolam terpal adalah sebagai berikut :


1. Penambahan air dan Pergantian air
Bila air dalam kolam terpal berkurang karena proses penguapan maka tambahkan air hingga tinggi air kembali pada posisi normal. Penambahan air dilakukan dari tinggi air 30 cm hingga menjadi 80 cm. secara bertahap setiap bulannya (dalam sebulan air perlu ditambah 15 – 20 cm).

Pergantian air dilakukan saat air mulai tampak kotor (hal ini ditandai dengan ikan mulai menggantung). Pegantian air sampai umur 2 bulan biasanya dilakukan 2 kali. Kemudian di bulan ketiga dilakukan 2 minggu sekali (hal ini dilakukan karena pada bulan ketiga pemberian makan semakin banyak dan populasi ikan semakin padat). Pergantian air dengan cara membuka saluran pengeluaran (paralon) hingga air tinggal sedikit (hamper kering). Pada saat pergantian air biasanya dilakukan penyortiran dengan memisahkan ikan yang pertumbuhan sangat cepat.. Bila setelah pergantian air dilakukan beberapa hari kemudian air kelihatan coklat dan berbau anyir maka perlu dilakukan penambahan dan pengurangan air (sirkulasi air masuk dan keluar).


2. Pemberian Pakan
Pemberian pakan lele dumbo harus disesuaikan dengan besar mulut ikan. Pakan yang diberikan adalah pakan dari pabrik Untuk kegiatan pembesaran ikan maka pemberian pakan awal adalah f 999 sampai umur ikan 2 minggu, kemudian 781-2 sampai umur ikan 2 bulan dan 781 sampai umur ikan siap panen yaitu 3 bulan. Perbandingan hasil panen dengan pakan yang diberikan adalah 1 : 1 (konfersi pakan 1 kg menghasilkan 1 kg daging ikan). Bahkan ada petani yang konfersi pakannya 0,8 : 1 artinya 0,8 kg pakan menghasilkan 1 kg daging ikan.

Penekanan biaya pakan yang diberikan dapat dilakukan dengan cara memberikan pakan tambahan berupa usus ayam dan keong mas saat ikan berusia 1 bulan samapai 3 bulan.
Pemberian bangkai ayam atau usus ayam haruslah yang masih segar kemudian direbus lalu diberikan ikan . Sedangkan pemberian pakan keong mas dilakukan dengan cara merebus keong mas didinginkan dan kemudian dicungkil daging keong mas dengan lidi atau paku lalu diberikan pada ikan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan lele dalam usaha makro, sebaiknya pakan pellet tersebut harus dibuat sendiri . Akhirnya dari uraian tentang pakan lele perlu digaris bawahi upaya yang harus dilakukan yaitu menekan pengeluaran biaya pembelian pakan untuk memaksimalkan perolehan hasil usaha.

E. Panen
Panen ikan lele dikolam terpal dapat dilakukan dengan cara panen sortir atau dengan panen sekaligus (semua).
Panen sortir adalah dengan memilih ikan yang sudah layak untuk dikonsumsi (dipasarkan) biasanya ukuran 5 samapai 10 ekor per kg. atau sesuai dengan keinginan pasar, kemudian ukuran yang kecil dipelihara kembali.
Panen sekaligus biasanya dengan menambah umur ikan agar ikan dapat dipanen semua dengan ukuran yang sesuai keinginan pasar.

Senin, 01 November 2010

Video Kesaksian Pengguna Pupuk Natural Nusantara

Video kesaksian Pengguna pupuk produksi Natural Nusantara untuk :

  • Tanaman Jagung


  • Karet


  • Kedelai


  • Semangka
  • Pupuk Nasa untuk Kolam Lele

  • Cabe

Kesaksian Kelapa Sawit Dengan NASA

Selasa, 19 Oktober 2010

Pupuk Organik

Pupuk Organik Yang Banyak Manfaatnya.
Mahalnya harga pupuk kimia nonsubsidi dan menghilangnya pupuk bersubsidi di beberapa daerah di Sumatera Utara, seperti Serdang Bedagai, Simalungun, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara, membuat petani daerah tersebut mulai beralih menggunakan pupuk organik. Mereka mengaku bisa mengurangi pengeluaran.

Pusat Koperasi Kredit Sumatera Utara yang memiliki 280.000 orang telah memprogramkan pelatihan penggunaan pupuk organik.

Menurut Pelaksana Manajer Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Sumatera Utara (Sumut) Robinson Bakara, hampir 60 persen anggota Puskopdit Sumut adalah petani. Mereka adalah orang yang paling terpukul akibat menghilangnya pupuk bersubsidi. Di sisi lain, pupuk kimia nonsubsidi, lanjut Robinson, selain harganya tak terjangkau petani biasa, juga sulit ditemukan di pasaran.

”Sekarang kami mulai menganjurkan petani untuk menggunakan pupuk organik. Sebanyak 21 koperasi kredit atau credit union di Sumatera Utara, yang tersebar mulai dari Karo, Humbang Hasundutan, Simalungun, hingga Tapanuli Utara, kami jadikan proyek percontohan untuk penggunaan pupuk bersubsidi,” papar Robinson, Jumat (20/6) di Siborongborong, Tapanuli Utara.

Robinson mengatakan, menghilangnya pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk nonsubsidi membuat Puskopdit Sumut ikut menanggung akibatnya.

”Petani anggota kami kan mengambil kredit untuk membeli sarana produksi. Mahalnya harga pupuk nonsubsidi dan menghilangnya pupuk bersubsidi dari pasaran membuat mereka tak lagi bisa bertani. Ini membuat petani tak bisa lagi mengembalikan pinjaman ke koperasi,” tuturnya.

Di Siborongborong, pupuk organik mulai digunakan petani jeruk. Netty Sianipar, petani jeruk di Desa Lobu Tua, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara, telah satu tahun menggunakan pupuk organik. Menurut Netty, dia mulai menggunakan pupuk organik setelah mendapat pelatihan di Puskopdit Sumut.

Netty yang merupakan anggota Koperasi Kredit Satolop Siborongborong mengaku banyak merasakan manfaatnya setelah menggunakan pupuk organik.

”Manfaat yang jelas saya rasakan adalah ongkos produksi yang berkurang drastis. Jika menggunakan pupuk kimia, saya harus mengeluarkan uang sampai Rp 15 juta untuk mendapatkan 1,5 ton pupuk NPK. Dengan pupuk organik sebanyak 1,5 ton yang memiliki kandungan sama dengan NPK, saya paling harus mengeluarkan Rp 2,4 juta untuk ongkos pembuatannya,” kata Netty.

Dia kini telah mendapatkan manfaat dari sekali panen jeruknya tahun ini. Menurut Netty, panen jeruk biasa dia lakukan dua kali dalam setahun. Dari hasil panen setelah menggunakan pupuk organik, ada peningkatan produksi sekitar 20 persen.

”Kalau dulu dengan pupuk kimia, hasil panen jeruk untuk lahan seluas satu hektar 50 ton. Sekarang dengan pupuk organik, satu hektar bisa menghasilkan 60 ton jeruk,” katanya.

Netty mengungkapkan, perubahan fisik paling mencolok setelah dia menggunakan pupuk organik adalah tekstur tanaman. Saat menggunakan pupuk kimia, setelah pemupukan tekstur tanah mengeras dan dia harus kembali menggemburkan tanah jika mau melakukan pemupukan lagi. Kini, dengan menggunakan pupuk organik, tekstur tanah, lanjut Netty, bisa gembur sendiri.

”Hal ini tentu mengurangi pekerjaan,” katanya.

Pelatihan pemakaian pupuk organik yang dilakukan Puskopdit Sumut, kata Robinson, meliputi cara pembuatan hingga mempersiapkan pemasaran produk pertanian organik. Robinson mengatakan, Puskopdit Sumut masih cukup kesulitan mengubah tradisi petani menggunakan pupuk kimia ke pupuk organik.

”Kesulitannya karena petani sudah sangat tergantung menggunakan pupuk kimia. Belum lagi mereka juga masih khawatir bagaimana memasarkan hasil pertanian organik mereka,” katanya.

Namun, Robinson yakin bakal semakin banyak petani di Sumut yang menggunakan pupuk organik.

”Dua tahun terakhir, pupuk kimia nonsubsidi harganya semakin mahal, sementara pupuk bersubsidi menghilang di pasaran. Satu-satunya cara petani bisa kembali melakukan aktivitasnya ya dengan menggunakan pupuk organik,” ujarnya.

Pupuk organik dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik, antara lain, adalah pupuk kandang, kompos, gambut, rumput laut, dan guano.

Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa orang juga mengelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang, seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu, ke dalam golongan pupuk organik.

Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik, misalnya, adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan.

Pupuk organik cair, antara lain, adalah ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, dan fermentasi tumbuh-tumbuhan. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. (BIL)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/21/00362544/petani.beralih.ke.pupuk.organik

Rabu, 13 Oktober 2010

Semut Sebagai Pengendali Hama Tanaman Alami

Kalau Anda pernah digigit semut ketika memanjat pohon mangga atau nangka, mungkin Anda akan kesal oleh serbuan semut-semut yang begitu gencar. Seringkali gigitannya membuat kita mengaduh-aduh. Serangga kuning & ramping ini membangun sarangnya di daun-daun. Jumlah mereka bisa mencapai ratusan, mempunyai teritori & terkenal agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Itulah semut Rangrang (Oecophylla smaragdina).

Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksi kopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.

Ratu Dilindungi
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

Pesan Kimiawi
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.

Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu.



sumber :  http://www.organicindonesia.org

Kamis, 23 September 2010

Teknik Budidaya Kacang Panjang



SYARAT PERTUMBUHAN
Tanaman tumbuh baik pada tanah Latosol / lempung berpasir, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan drainasenya baik, pH sekitar 5,5-6,5. Suhu antara 20-30 derajat Celcius, iklimnya kering, curah hujan antara 600-1.500 mm/tahun dan ketinggian optimum kurang dari 800 m dpl.


PEMBIBITAN
  1. Benih kacang panjang yang baik dan bermutu adalah sebagai berikut: penampilan bernas/kusam, daya kecambah tinggi di atas 85%, tidak rusak/cacat, tidak mengandung wabah hama dan penyakit. Keperluan benih untuk 1 hektar antara 15-20 kg.
  2. Benih tidak usah disemaikan secara khusus, tetapi benih langsung tanam pada lubang tanam yang sudah disiapkan.
PENGOLAHAN MEDIA TANAM
  1. Bersihkan lahan dari rumput-rumput liar, dicangkul/dibajak hingga tanah menjadi gembur.
  2. Buatlah bedengan dengan ukuran lebar 60-80 cm, jarak antara bedengan 30 cm, tinggi 30 cm, panjang tergantung lahan. Untuk sistem guludan lebar dasar 30-40 cm dan lebar atas 30-50 cm, tinggi 30 cm dan jarak antara guludan 30-40 cm
  3. Lakukan pengapuran jika pH tanah lebih rendah dari 5,5 dengan dolomit sebanyak 1-2 ton/ha dan campurkan secara merata dengan tanah pada kedalaman 30 cm
  4. Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ± 1 botol (500 cc) POC NASA diencerkan dengan air secukupnya untuk setiap 1000 m2(10 botol/ha). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA, cara penggunaannya sebagai berikut:
alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk menyiram 10 meter bedengan.

TEKNIK PENANAMAN
  1. Jarak lubang tanam untuk tipe merambat adalah 20 x 50 cm, 40 x 60 cm, 30 x 40 cm. Dan jarak tanam tipe tegak adalah 20 x 40 cm dan 30 x 60 cm.
  2. Waktu tanam yang baik adalah awal musim kemarau/awal musim penghujan, tetapi dapat saja sepanjang musim asal air tanahnya memadai
  3. Benih direndam POC NASA dosis 2 tutup/liter selama 0,5 jam lalu tiriskan
  4. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 biji, tutup dengan tanah tipis/dengan abu dapur.
PENYULAMAN
Benih kacang panjang akan tumbuh 3-5 hari setelah tanam. Benih yang tidak tumbuh segera disulam.

PENYIANGAN
Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam, tergantung pertumbuhan rumput di kebun. Penyiangan dengan cara mencabut rumput liar/membersihkan dengan alat kored.

PEMANGKASAN / PEREMPELAN
Kacang panjang yang terlalu rimbun perlu diadakan pemangkasan daun maupun ujung batang. Tanaman yang terlalu rimbun dapat menghambat pertumbuhan bunga.

PEMUPUKAN
Dosis pupuk makro sebagai berikut:

Waktu
Dosis Pupuk Makro (per ha)
Urea (kg) SP-36 (kg) KCl (kg)
Dasar
50
75
25
Umur 45 hari
50
25
75
TOTAL
100
100
100
Catatan : Atau sesuai rekomendasi setempat.

Pupuk diberikan di dalam lubang pupuk yang terletak di kiri-kanan lubang tanam. Jumlah pupuk yang diberikan untuk satu tanaman tergantung dari jarak tanam
POC NASA diberikan 1-2 minggu sekali semenjak tanaman berumur 2 minggu, dengan cara disemprotkan (4-8 tutup POC NASA/tangki). Kebutuhan total POC NASA untuk pemeliharaan 1-2 botol per 1000 M2 (10-20 botol/ha). Akan lebih bagus jika penggunaan POC NASA ditambahkan HORMONIK (3-4 tutup POC NASA + 1 tutup Hormonik/tangki). Pada saat tanaman berbunga tidak dilakukan penyemprotan, karena dapat mengganggu penyerbukan (dapat disiramkan dengan dosis + 2 tutup/10 liter air ).

PENGAIRAN
Pada fase awal pertumbuhan benih hingga tanaman muda, penyiraman dilakukan rutin tiap hari. Pengairan berikutnya tergantung musim.

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT
a. Lalat kacang (Ophiomya phaseoli Tryon)
Gejala: terdapat bintik-bintik putih sekitar tulang daun, pertumbuhan tanaman yang terserang terhambat dan daun berwarna kekuningan, pangkal batang terjadi perakaran sekunder dan membengkak. Pengendalian: dengan cara pergiliran tanaman yang bukan dari famili kacang-kacangan dan penyemprotan dengan PESTONA.

b. Kutu daun (Aphis cracivora Koch)
Gejala: pertumbuhan terlambat karena hama mengisap cairan sel tanaman dan penurunan hasil panen. Kutu bergerombol di pucuk tanaman dan berperan sebagai vektor virus. Pengendalian: dengan rotasi tanaman dengan tanaman bukan famili kacang-kacangan dan penyemprotan Natural BVR

c. Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Gejala: daun berlubang dengan ukuran tidak pasti, serangan berat di musim kemarau, juga menyerang polong. Pengendalian: dengan kultur teknis, rotasi tanaman, penanaman serempak, Semprot Natural VITURA

d. Penggerek biji (Callosobruchus maculatus L)

Gejala: biji dirusak berlubang-lubang, hancur sampai 90%. Pengendalian: dengan membersihkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman tempat persembunyian hama. Benih kacang panjang diberi perlakuan minyak jagung 10 cc/kg biji.

e. Ulat bunga ( Maruca testualis)
Gejala: larva menyerang bunga yang sedang membuka, kemudian memakan polong. Pengendalian: dengan rotasi tanaman dan menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman. Disemprot dengan PESTONA

f. Penyakit Antraknose ( jamur Colletotricum lindemuthianum )
Gejala serangan dapat diamati pada bibit yang baru berkecamabah, semacam kanker berwarna coklat pada bagian batang dan keping biji. Pengendalian: dengan rotasi tanaman, perlakuan benih sebelum ditanam dengan Natural GLIO dan POC NASA dan membuang rumput-rumput dari sekitar tanaman.

g. Penyakit mozaik ( virus Cowpea Aphid Borne Virus/CAMV).

Gejala: pada daun-daun muda terdapat gambaran mosaik yang warnanya tidak beraturan. Penyakit ditularkan oleh vektor kutu daun. Pengendalian: gunakan benih sehat dan bebas virus, semprot vector kutu daun dan tanaman yang terserang dicabut dan dibakar.

h. Penyakit sapu ( virus Cowpea Witches-broom Virus/Cowpea Stunt Virus.)
Gejala: pertumbuhan tanaman terhambat, ruas-ruas (buku-buku) batang sangat pendek, tunas ketiak memendek dan membentuk "sapu". Penyakit ditularkan kutu daun. Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit mosaik.

i. Layu bakteri ( Pseudomonas solanacearum )
Gejala: tanaman mendadak layu dan serangan berat menyeabkan tanaman mati. Pengendalian: dengan rotasi tanaman, perbaikan drainase dan mencabut tanaman yang mati dan gunakan Natural GLIO pada awal tanam.

PANEN DAN PASCA PENEN
  1. Ciri-ciri polong siap dipanen adalah ukuran polong telah maksimal, mudah dipatahkan dan biji-bijinya di dalam polong tidak menonjol
  2. Waktu panen yang paling baik pada pagi/sore hari. Umur tanaman siap panen 3,5-4 bulan
  3. Cara panen pada tanaman kacang panjang tipe merambat dengan memotong tangkai buah dengan pisau tajam.
  4. Selepas panen, polong kacang panjang dikumpulkan di tempat penampungan, lalu disortasi
  5. Polong kacang panjang diikat dengan bobot maksimal 1 kg dan siap dipasarkan.

Senin, 06 September 2010

Uji Kualitas Produk Nasa untuk tanaman Kentang & Kubis

Foto uji coba Pupuk Organik Tanaman Natural Nusantara didaerah Pngalengan, Jawa Barat.


Produk Natural Nusantara untuk kuda.



Produk - produk Natural Nusantara untuk kuda adalah : VITERNA dan POC NASA.
Kandungan Viterna & POC NASA : 
Protein, mineral, vitamin yang berasal dari bahan-bahan organik/alami, bukan kimia/sintetik.

Cara pemakaian dan dosis : 
Viterna dan POC NASA, masing-masing setengah tutup dicampur pada pakan basah/komboran sebanyak 6-7 kg, diberi setiap hari.
Waktu pemberian : Pagi atau sore hari
Pemberian produk NASA tidak menyebabkan kemajiran/kemandulan atau keguguran.
Untuk kuda yang sedang bunting, pemberian produk NASA dapat diberikan setiap hari selama 4 bulan kebuntingan pertama. Selanjutnya untuk umur kebuntingan 5 bulan sampai melahirkan, produk NASA dapat diberi 3 hari sekali sebagai pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada induk kuda.

Keunggulan Produk NASA pada kuda :
  1. Berasal dari bahan alami/organik, bukan dari bahan-bahan kimia atau sintetik
  2. Merupakan pakan tambahan yang berperan sebagai sumber protein, mineral dan vitamin.
  3. Mampu menggantikan pemberian vitamin dan mineral kimia/sintetik
  4. Meningkatkan nafsu makan
  5. Mempercepat adaptasi kuda terhadap pakan, pada saat pertama kali masuk kandang.
  6. Mengurangi kestresan pada kuda, baik pada saat masuk kandang pertama kali, setelah sapi divaksinasi atau saat kuda dalam proses pengobatan
  7. Mempercepat pertumbuhan kuda
  8. Mengurangi bau kotoran
  9. Meningkatkan kesehatan kuda
  10. Meningkatkan kualitas daging kuda dengan warna lebih merah, padat dan rendah lemak.

Minggu, 05 September 2010

Pola SRI - Teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi

Pola SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, asal Prancis. Metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.

Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.

Lima dasar  praktis dari pola SRI adalah :
1. menggunakan bibit muda
2. jarak tanam yang lebar dengan bibit tunggal
3. mempertahankan tanah basah tapi tidak menggenang
4. mempertinggi soil organik
5. sirkulasi dalam tanah terjaga semaksimal mungkin

Teknis Budidaya Padi Organik NASA Metode SRI sbb:

1. Pengolahan Tanah

Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi atau kerbau. Selanjutnya tanah digaru sambil disebari Dolomit 250 – 500 kg dan pupuk organik SUPERNASA 5 – 10 kg per ha.
Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan,buatlah parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.

2. Persiapan Bibit

Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5-7 kg per hektar lahan.Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung.
Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam POC NASA dosis 2 tutup / 10 liter air selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik atau kompos (1:1) didalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm selama 7 hari. Setelah umur 7-10 hari benih padi sudah siap ditanam

3. Penanaman

Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7 – 10 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa.) atau kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang.
Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal, yaitu satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L).
Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bisa mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal.

4. Pemupukan Setelah Tanam

Pemupukan susulan dilakukan umur 15-20 hari setelah tanam dengan UREA = 100 kg dan NPK = 100 kg, umur 40-50 hari setelah tanam ZA = 50 kg dan NPK = 100 kg ditambah  POWER NUTRITION sebanyak 2,5 – 5 kg per ha. Penyemprotan POC NASA dan HORMONIK dilakukan pada umur 15, 30 dan 40-45 hari setelah tanam dengan dosis 4-6 tutup POC NASA + 1-2 tutup HORMONIK atau dengan 1 sachet GREENSTAR per tangki ukuran 14-17 liter.

5. Pengelolaan Air dan Penyiangan

Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut :
  1. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
  2. Sesudah padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
  3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
  4. Umur 19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
  5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen).
  6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT ( Pengelolaan Hama Terpadu). Dengan sistem ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan pestisida organik berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami dan musuh alami yang berasal dari jamur dan virus untuk menghalau hama, seperti wereng, penggerek batang, walang sangit, keong mas dan burung. Untuk mencegah hama tersebut semprotkan PESTONA dan BVR secara selang seling tiap 1-2 minggu sekali.
Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “sosrok”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan organik tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan relatif banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.

METODE SRI menguntungkan PETANI, karena :

   1. meningkatkan produksi lebih dari 50 %
   2. bibit berkurang 80-90%
   3. air irigasi bekurang 25-50%
   4. pupuk kimia dikurangi atau bisa ditiadakan
   5. beras yang dihasilkan lebih tinggi dan eunak tenan.

      Ir. Agus Budi Setyono adalah Teknical Servis PT. Natural Nusantara (Nasa) Jogja
 

Blogger news

Blogroll

About